Setelah menerima perintah untuk melakukan bedah, aku mulai berpikir untuk mengambil jarak dari dunia medis. Putus asa. Karena kupikir dokter manapun akan berakhir pada keputusan itu.
Dukungan keluargaku terutama Bapak terasa sekali saat itu. Beliau mengajak aku ikut bersamanya ke Jakarta untuk mencoba alternatif lain.
Kami menginap di kediaman dr. Dita, malamnya diantar ke tempat Mas Pungki di Bintaro. Aku tidak merasa keberatan dengan cara pengobatannya bukan hanya karena Bapak yang merekomendasikannya tapi juga karena menurutku aman saja untuk anakku. Mas Pungki memberikan resep minum air kelapa hijau 2x sehari, kompres kepala dengan santan kelapa tua murni tanpa tambahan air, 2x sehari selama 1 jam dan melakukan terapi energi.
Aku menjalani terapi itu terus aku yakin hal baik yang dilakukan secara kontinyu akan memberikan manfaat tak peduli besar atau kecil manfaat itu atau pada bagian yang mana yang terkena efeknya , meski untuk tujuan utamaku belum menunjukkan sinyal yang signifikan.
Semangatku tidak mati.
Ternyata aku tidak bisa benar-benar berpaling dari medis. Ditengah-tengah kekecewaanku dari pengalaman menerima diagnosa dari dokter-dokter yang lalu ternyata aku masih menganggap medislah yang memiliki data akurat. Aku hanya belum menemukan orang yang tepat saja.
Aku yakin di luar sana ada dokter hebat dan bijaksana.
No comments:
Post a Comment